Jusuf Kalla "Haramkan" Politisasi Agama di Masjid, Pelanggarnya Bisa Dipidana Seperti Politisi PKS Ini

Politisasi agama atau tempat ibadah, bisa memecahbelah umat beragama dan persatuan bangsa. Karena itu, dalam pasal 280 Undang-Undang Pemilu atau UU Nomor 7 Tahun 2017, tempat ibadah dilarang untuk kegiatan kampanye politik. Bagi pelanggarnya bisa dikenai hukum pidana penjara, seperti yang dialami caleg partai keadilan sejahtera. Menjelang puasa ramadhan ini, Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla, juga mengingatkan umat beragama agar tidak menggunakan masjid sebagai tempat kampanye politik.

Menurut Jusuf Kalla, bila masjid boleh dipakai untuk kampanye politik dikhawatirkan bisa membuat umat jadi kocar-kacir terpecah belah. Untuk itu, demi menjaga persatuan, Dewan Masjid Indonesia telah mengeluarkan surat edaran agar tak menggunakan masjid sebagai tempat kampanye politik.

Keterangan serupa juga dipaparkan Menkopolhukam Mahfud MD. Menurut Mahfud, ceramah politik kebangsaan di tempat ibadah masih diperbolehkan. Namun untuk kampanye politik praktis terkait kontestasi pemilu, tetap dilarang karena bisa menimbulkan perpecahan di kalangan umat beragama. "Saya katakan tadi, berceramah agama, berceramah politik, di masjid atau di gereja atau di pesantren boleh apa tidak? Boleh, asalkan politik kebangsaan, politik kenegaraan, dan politik kemanusiaan dan kerakyatan," jelas Mahfud.

"Tapi kalau politik praktis, jangan di masjid, jangan di pesantren, jangan di gereja juga. Tapi kalau ceramah politik yang baik di gereja, masjid, itu boleh," lanjutnya. Mahfud menjelaskan pilihan seseorang akan berbeda-beda dalam politik praktis. Jika pembahasan ini dibawa ke rumah ibadah, ia khawatir akan menyulut perpecahan. "Politik praktis itu sudah sebut nama orang, partai, itu tidak boleh," ungkapnya.

Seperti diketahui, aturan larangan kampanye di lembaga pendidikan, rumah ibadah, maupun institusi pemerintah diatur dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Aturan itu dijelaskan dalam pasal 280 ayat (1) huruf h UU Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pelaksana dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat pendidikan, dan tempat ibadah. Dari larangan tersebut, ada ancaman sanksi pidana yang bisa dikenakan pada pelanggarnya. Terkait larangan ini, juga terdapat ancaman sanksi pidana yang ditaur dalam pasal 521 UU Nomor 7 Tahun 2017. Ancaman maksimum berupa pidana penjara dua tahun dan denda Rp 24 juta.

Bila ada yang melanggar aturan UU Pemilu, bisa dipidanakan seperti politisi PKS, yakni Ali Mansur (calon legislatif DPRD Kota Balikpapan dari Partai Keadilan Sejahtera) dan Nasruddin Thohor (calon legislatif DPRD Provinsi Kaltim dari PKS Dapil Kota Balikpapan). Kedua politisi PKS itu pernah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeru (PN) Balikpapan.

“Menjatuhkan pidana kepada Ali Mansur SPdI MM alias Pak Ali bin Abd Rasyid oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 bulan dan denda Rp 5 juta subsidair 1 bulan. Pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 bulan terakhir,” putus majelis PN Balikpapan sebagaimana dilansir website PN Balikpapan, Jumat (29/3/2019).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama